JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan dinilai mengganggu kepemilikan rakyat atas tanah. DPR akan sangat berhati-hati membahas rancangan undang-undang itu.

Anggota Panitia Khusus DPR untuk RUU Pengadaan Tanah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, di Jakarta, Senin (24/10/2011), mengakui, RUU ini berpotensi mengganggu kepemilikan rakyat atas tanah.

“Kami sangat hati-hati membahas RUU ini. Salah satunya karena kekhawatiran mengganggu perlindungan kepemilikan tanah oleh masyarakat. Karena itu, pada klausul tentang perencanaan lokasi sampai penetapan lokasi untuk pembangunan, banyak tahapan dan prosedur yang harus ditempuh,” kata Malik.

Menurut Malik, proses perencanaan hingga penetapan lokasi harus melalui proses panjang. “Secara normatif, menurut saya, RUU ini tetap memperhatikan perlindungan kepemilikan tanah warga. Namun, dalam praktiknya tetap harus diawasi lebih ketat,” katanya.

Malik mengatakan, pada klausul penentuan ganti rugi harus ada beberapa mekanisme yang ditempuh sampai masyarakat pemilik tanah benar-benar mau melepaskan haknya.

“Begitu juga dengan syarat RTRW (rencana tata ruang wilayah), dalam RUU ini ditegaskan bahwa daerah-daerah yang belum punya RTRW tidak boleh mengadakan lahan sampai RTRW itu disahkan. RTRW menjadi syarat bagi upaya pengadaan tanah untuk pembangunan,” kata Malik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *