Tulisan ini merupakan bagian dari tulisan yang berjudul; Merajut kembali Industrialisasi Nasional: (Industri yang kuat, terpadu, mandiri dari hulu-hilir, sebagai jalan keluar dari krisis panjang kesejahteraan rakyat Indonesia). Ditulis oleh Anwar ”sastro” Ma’ruf, Presiden Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia.

”Industri yang terpadu hulu-hilir secara terpadu, kuat, mandiri dan demokratik; sebagai jalan keluar dari krisis panjang kesejahteraan Rakyat Indonesia”

Kemiskinan rakyat Indonesia di tengah melimpahnya sumber daya

Indonesia adalah negeri yang paradoks. Satu sisi, tidak ada seorangpun yang akan meragukan pernyataan bahwa negeri yang dinamai Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, namun di sisi lainnya, kemiskinan masih menjadi masalah yang akut di negeri ini. Kekayaan sumber daya alam di Indonesia tidak mampu dimanfaatkan untuk mensejahterakan hidup sebagian rakyat Indonesia yang hingga saat ini masih terlilit dengan jeratan kemiskinan.

Indonesia memang sangat diuntungkan dengan letak geografisnya. Karena tepat berada di garis khatulistiwa, maka sumber daya alam di Indonesia pun sangat melimpah, mulai dari pertaniannya, hutan, laut, bahkan hingga sumber daya alam yang tidak dapat diperharui, seperti mineral.

Oleh karena melimpahnya sumber daya alam di Indonesia, maka Indonesia juga menjadi daerah sasaran pasar dunia internasional yang ingin memanfaatkan kekayaan tersebut. Sejak ribuan tahun lalu, tanah di Indonesia menjadi tujuan migrasi dari banyak bangsa-bangsa yang mencari kemakmuran.

1. Kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia

Luas wilayah Indonesia mencapai 9,8 juta kilometer persegi, yang terdiri dari kepulauan dan lautan perairan. Luas daratan Indonesia mencapai 1,9 juta kilometer persegi atau sekitar 19 persen dari total luas wilayah Indonesia,sementara perairan Indonesia membentang seluas 7,9 juta kilometer persegi atau 81 persen dari total wilayah Indonesia.Indonesia saat ini memiliki 17.504 pulau besar dan kecil yang membentang sepanjang ekuator sekitar 5.100 kilometer dari Barat ke Timur dan 1.888 kilometer dari Utara ke Selatan.

Akibat posisinya yang strategis, yang terletak di antara benua Asia dan Australia/Oceania, maka

Indonesia dikarunia kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Kekayaan sumber daya alam

Indonesia ini terbentuk karena beberapa faktor, antara lain2:

  • Dilihat dari sisi astronomi, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi, sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat hidup dan tumbuh dengan cepat. Hal ini dikarenakan Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa yang menjadikan tanah Indonesia menjadi lahan yang subur dan kaya akan berbagai macam rempah-rempah.
  • Dilihat dari sisi geologi, Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak pegunungan yang kaya akan mineral. Selain itu, Indonesia juga berada pada lingkaran pegunungan berapi dunia yang menjadikan tanah Indonesia sangat subur.
  • Daerah perairan di Indonesia kaya sumber makanan bagi berbagai jenis tanaman dan hewan laut, serta mengandung juga berbagai jenis sumber mineral

Akibat faktor-faktor tersebut, Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya alam hayati yang berlimpah ruah sehingga dikenal sebagai negara MEGABIODIVERSITY3. Keanekaragaman hayatinya terbanyak kedua di seluruh dunia, setelah Brazil. Sementara wilayah hutan tropisnya merupakan yang terluas ketiga dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan mineral lainnya. Terumbu karang dan kehidupan laut memperkaya 17.504 pulaunya. Lebih dari itu, Indonesia memiliki tanah dan area lautan yang kaya dengan berjenis-jenis ekologi. Indonesia menempati 1,3 persen dari wilayah bumi, yang memiliki kira-kira 10 persen jenis tanaman dan bunga yang ada di dunia., 12 persen jenis binatang menyusui, 17 persen jenis burung, 25 persen jenis ikan dan 10 persen sisa area hutan tropis, yang kedua setelah Brazil4.

Indonesia menempati peringkat pertama dalam produk pertanian seperti cengkeh dan pala serta peringkat kedua dalam memproduksi karet alam dan minyak sawit mentah. Laut Indonesia yang dilintasi oleh palung bumi yang terdalam juga menyebabkan hasil laut Indonesia sangat melimpah ruah terutama sektor perikanan. Sumber daya alam lainnya yang dimiliki Indonesia adalah minyak bumi, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit, tembaga, batu bara, emas dan perak. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia yang memasok 20 persen dari pasokan seluruh dunia, dan juta produsen timah terbesar kedua di dunia. Dalam sektor kehutanan, Indonesia adalah pengekspor kayu lapis (plywood) terbesar, yaitu sekitar 80 persen di pasar dunia. Indonesia juga memiliki hutan bakau terbesar di dunia, yang sangat bermanfaat untuk mencegah pengikisan oleh air laut atau abrasi5.

Kesuburan tanah dan kelimpahan sumberdaya alam, membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki potensi besar dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan pertambangan. Karena hal itulah, sejak abad ke 8, negara-negara asing yang tertarik dengan kesuburan tanah di Indonesia. Mereka membawa beberapa komoditas yang dibawa dari negaranya masing-masing untuk ditanam di Indonesia, seperti karet, kakao dan kelapa sawit. Menariknya, beberapa komoditas tersebut tumbuh lebih subur di Indonesia, dibandingkan jika ditanam di negara asalnya.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki di Indonesia saat ini? Apakah sumber daya alam di Indonesia dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat? Karena jelas, amanat konstitusi UUD 1945, dalam pasal 33 ayat 2 menyebutkan: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat orang banyak dikuasai oleh negara, sedangkan dalam pasal 33 ayat 3 menyebutkan: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Problematika Masyarakat Indonesia

Kekayaan sumber daya alam Indonesia memang sudah kesohor ke seluruh penjuru dunia. Karena kekayaan sumber daya alam Indonesia jugalah yang memotivasi kolonial Belanda melakukan penjajahan untuk mengeruk rempah-rempah Indonesia. Rempah-rempah Indonesia dibawa keluar oleh kolonial Belanda, melalui penjajahannya pada tahun 1830-1870, dengan menerapkan sistem ekonomi yang dibangun dengan orientasi ekspor bahan mentah.

Tahun 1870, merupakan tonggak baru bagi kolonialisme Belanda sebab ketika itu tuntutan kaum liberal Belanda untuk ikut mengambil ’untung’ dari tanah jajahan dibuka melalui Agrarische Wet, koeli ordonnatie (1880), dan juga Ontginnings-ordonantie (1874). Maka dibukalah perkebunan-perkebunan swasta untuk memenuhi orientasi eksport bahan mentah. Pada periode itu pulalah eksploitasi migas juga dimulai6.

Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tentunya menjadi tonggak bagi bangsa Indonesia untuk memulai pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Kemerdekaan sejatinya adalah berhentinya eksploitasi serta mengembalikan hak-hak rakyat untuk mengelola sumber daya alam di Indonesia. Munculnya UUD 1945 menjadi sebuah panduan bagi pembentukan pemerintahan negara Indonesia yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia agar dapat mencapai kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun pasca tumbangnya rezim Orde Lama yang kemudian digantikan dengan rezim Orde Baru, maka dimulailah pengembalian aset-aset bangsa ke kekuatan asing melalui UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No 11 tahun 1967 tentang Pertambangan. Regulasi tersebut memperbolehkan pengelolaan sumber daya alam bangsa Indonesia dilakukan oleh kekuatan asing, dan jelas untuk kepentingan perusahaan-perusahaan asing.

Perubahan politik pada tahun 1998 kenyataannya juga tidak mampu mengembalikan atau meluruskan tujuan terbentuknya pemerintah negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal 33 UUD 1945. Kita lihat bahwa pasca Orde Baru, pemerintah Indonesia masih saja menopangkan dirinya pada utang melalui LoI 1997 yang ditandatangani oleh Soeharto di episode terakhir kekuasaannya. Orientasi ekonomi kita masih eksport bahan mentah, ditambah dengan menguatnya impor produk olahan dan impor bahan pangan. Pengelolaan sumber daya alam oleh kekuatan asing atau pemilik modal juga diperkuat dengan munculnya UU Migas, UU Ketenagalistrikan, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, UU Kehutanan dan revisi UU Penanaman Modal Asing.

Kondisi saat ini menyiratkan bahwa perjalanan bangsa ini untuk mengelola sumber daya alamnya agar dapat dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia tidak pernah terjadi. Saat ini Indonesia masih saja berorientasi eksport produk mentah, serta menempatkan diri kita sebagai pasar yang terbuka bagi import produk olahan dan diperparah dengan import pangan. Akibatnya adalah ketimpangan yang sangat luar biasa dalam penguasaan sumber daya alam Indonesia, dan tentu saja kemiskinan bagi rakyat Indonesia. Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan bahwa hanya 0,2 % dari penduduk negeri ini (>250 juta) yang menguasai 56aset nasional, dan konsentrasi aset ini sekitar 87%-nya adalah dalam bentuk tanah. Maka tidak mengherankan, hampir setiap hari kita disuguhkan oleh berita-berita mengenai kemiskinan dan konflik perebutan sumber daya alam di berbagai daerah.

Terkait konflik perebutan sumber daya alam, fenomena ini sebenarnya sudah lama terjadi, baik pada penguasaan pangan, energi maupun sumber daya alam lainnya. Kedatangan negara-negara lain yang kemudian menguasai dan menjajah kepulauan nusantara, didorong oleh penguasaan sumber daya alam tadi. Khusus untuk kasus konflik agraria saja, pada tahun 2010 Komnas HAM mencatat ada 819 kasus sengketa tanah yang diadukan. Sementara berdasarkan laporan pelanggaran HAM yang diterima Komnas HAM selama periode September 2007 hingga September 2008, pengaduan pelanggaran hak atas tanah menempati peringkat kedua dengan jumlah 692 kasus. Peringkat pertama adalah hak memperoleh keadilan sebanyak 1.374 kasus7.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2010 yang berjumlah 31,02 juta orang (13,33 persen), jumlah penduduk miskin berkurang 1,00 juta orang.

Bahkan jika dilihat dari perkembangan kemiskinan di Indonesia, terlihat bahwa angka kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2004 terus menurun hingga tahun 2011. Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2004 ke 2005. Pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin naik karena barang-barang kebutuhan pokok naik tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Namun mulai tahun 2007 sampai 2011 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan.

Namun, data kemiskinan yang dilansir BPS tersebut banyak menuai gugatan karena dianggap hanya menggambarkan kondisi kemiskinan di Indonesia di atas kertas saja. Garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS untuk menghitung jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar Rp 233.740,- per kapita per bulan, atau sekitar Rp 7.791,- per hari. Sementara pada bulan Maret 2010, BPS menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp 211.726,- per bulan atau sekitar Rp 7.058,- per hari.

Jika dikomparasikan dengan ukuran internasional, garis kemiskinan yang dipakai oleh BPS masih kurang dari US$1. Dengan memakai ukuran US$1 saja, patokan pendapatan penduduk miskin seharusnya Rp 260.000,- per bulan. Artinya perhitungan garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS selama ini masih jauh dibawah ukuran internasional, sehingga memperkecil jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Selain itu, jika melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh UNDP pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat 124 dengan angka 0,6178. Peringkat IPM Indonesia masih dibawah Malaysia (61), Thailand (103) dan Filipina (112). Indeks Pembangunan Manusia ini merupakan pengukuran pembangunan dengan menggabungkan indikator harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan9. IPM digunakan untuk mengklasifikan apakah sebuah negara termasuk negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang. Selain itu, IPM juga mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi sebuah negara terhadap kualitas hidup penduduknya. Artinya, kualitas hidup masyarakat Indonesia masih jauh di bawah Malaysia, Thailand ataupun Filipina.

Hal ini tentunya tidak sejalan dengan gembar gembor pemerintah Indonesia, yang selama ini selalu membangga-banggakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat sebesar 6,5 persen di tahun 2011, bahkan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen di tahun 201210. Namun apalah artinya pertumbuhan ekonomi yang meningkat 6,5 persen jika kualitas hidup masyarakat Indonesia malah mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi justru mengindikasikan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar. Pertumbuhan ekonomi tidak dinikmati secara merata, tetapi hanya dinikmati kelompok kecil masyarakat, baik fasilitas kesehatan, pendapatan maupun pendidikan. Masih banyak masyarakat Indonesia yang mengalami kemunduran dalam kualitas hidup.

Sementara di laih pihak, baru-baru ini majalah Forbes merilis 40 orang terkaya di Indonesia di tahun 201111. Total kekayaan 40 orang tersebut mencapai US$ 85,1 miliar dan jumlah kekayaan ini meningkat sebesar 19 persen dibandingkan tahun lalu. Total kekayaan 40 orang tersebut kurang lebih sekitar Rp 761 Triliun atau setengah dari APBN 2012. Hal ini menunjukkan kesenjangan yang semakin lebar antara kelompok kaya dan kelompok miskin di Indonesia.

Sementara permasalahan selain kemiskinan yang dialami penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 259.940.857 jiwa pada tahun 201012 ini adalah pengangguran. Menurut data BPS, hingga Februari 2011, jumlah pengangguran di Indonesia menurun 470 ribu orang jika dibandingkan Februari 2010 yang sebanyak 8,59 juta orang. Hingga Februari 2011, BPS mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,12 juta orang13. Hal ini lagi-lagi dianggap sebagai sebuah keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran di Indonesia.

Namun angka ini pun patut untuk dipertanyakan karena BPS masih melihat orang yang bekerja di sektor informal bukan sebagai pengangguran. Tidak adanya keseragaman secara internasional tentang definisi sektor informal dan ketersediaan dat yang ada di Indonesia, maka akhirnya pengertian pekerja sektor informal didekati dengan status pekerjaan. Pekerja informal adalah mereka yang berusaha sendiri, berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, pekerja bebas dan pekerja keluarga/tidak dibayar14. Padahal, kegiatan di sektor informal tersebut bisa dibilang masih tidak jelas untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak.

Dari data BPS tersebut, artinya hanya sekitar 34,51 juta orang yang bekerja di sektor formal, sementara 76,77 juta orang bekerja di sektor informal di tahun 2011. Hal ini diperparah dengan data yang dilansir oleh ILO, yang menyatakan bahwa ada 65 persen pekerja kontrak dan outsourcing di Indonesia15. Artinya hanya tinggal 35 persen saja pekerja di Indonesia yang bekerja sebagai pekerja permanen dari 32,52 juta orang yang bekerja di sektor formal atau hanya sekitar 11,38 juta orang saja yang memiliki pekerjaan permanen sampai pensiun.

Besarnya pekerja yang bekerja di sektor informal menunjukkan bahwa pemerintah gagal untuk menyiapkan lapangan kerja di sektor formal. Kegagalan tersebut akhirnya memaksa warga negara Indonesia untuk mulai berusaha mencari pekerjaan di negara lain sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pada periode 1-16 Agustus saja, sudah ada 16.903 orang TKI yang ditempatkan di 54 negara. Namun permasalahannya adalah jumlah TKI yang bekerja di sektor infromal masih sangat besar dibandingkan dengan TKI yang bekerja di sektor formal. Padahal TKI yang bekerja di sektor informal sangat rentan dan tidak dilindungi oleh UU Perburuhan16.

Data dari Pusat Penelitian dan Informasi (Puslitfo) BNP2TKI menyebutkan jumlah penempatan TKI pada 2011 sejak Januari hingga 16 Agustus 2011 sebanyak 316.796 orang, yang terdiri atas 111.145 TKI formal (35 persen) dan 205.651 TKI informal (65 persen). Untuk jumlah penempatan TKI ke luar negeri pada 2010 sebanyak 575.804 orang yang terdiri atas 158.363 TKI formal (28 persen) dan 417.441 TKI informal (72 persen). Sedangkan jumlah penempatan TKI ke luar negeri pada 2009 sebanyak 632.172 orang yang terdiri atas 103.918 TKI formal (16 persen) dan 528.254 TKI informal (84 persen), kemudian jumlah penempatan TKI ke luar negeri pada 2008 sebanyak 644.731 orang yang terdiri atas 212.413 TKI formal (33 persen) dan 432.318 TKI informal (67 persen)17.

Rentannya TKI yang bekerja di sektor informal ini pada akhirnya memang sangat merugikan para pekerja, karena kerap kali mengalami kasus kekerasan lantaran hubungan kerja dengan pengguna atau majikan subyektif. Selain itu, cenderung tertutup karena 24 jam per hari bekerja di dalam rumah, di sampng tidak terlindungi oleh UU Perburuhan negara penempatan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Migrant Care, ada sekitar 1.075 TKI yang disiksa majikannya sepanjang 2010. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dbandingkan tahun 2009 yang mencapai 1.018 TKI18.

Para TKI pun juga sangat rentan terancam hukuman mati yang berlaku di negara penempatan. Pada tahun 2011, DPR telah menerima laporan terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengalami masalah di berbagai negara. Ada sekitar 218 TKI yang terancam hukuman mati yang terungkap dalam hasil penelusuran terakhir satuan tugas yang dibentuk pemerintah untuk menangani masalah TKI19. Kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja di sektor formal di dalam negara, kenyataannya hanya membahayakan jiwa para pekerja yang mencari peruntungan di negara lain.

Padahal pengiriman uang oleh para pekerja yang bekerja di luar negeri kepada sanak saudaranya di Indonesia akan mendongkrak devisa Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Indonesia mengenai Survey Pola Remitansi (pengiriman uang) TKI menunjukkan setiap tahun mengalami peningkatan. Data BI menyebutkan remitansi 2004 mencapai US$ 1,5 miliar, lalu naik drastis menjadi US$ 5,5 miliar pada 2005. Pada 2006, data remitansi sebesar US$ 5,7 miliar dan 2007 sebesar US$ 6 miliar atau naik 7 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pemasukan devisa yang dihasilkan dari uang TKI yang dikirimkan hingga 2008 sebesar US$ 6,617 miliar atau sekitar Rp 60 triliun dan pada 2009 menurun tipis US$ 6,617 miliar. Di tahun 2010, pengiriman uang oleh TKI mencapai US$ 6,73 miliar atau sekitar Rp 61 Triliun20.

Bahkan menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan negara penerima remitansi terpesat di kawasan Asia Pasifik. Berbeda dengan data Bank Indonesia, Bank Dunia mencatat pada tahun 2010, remitansi yang dilakukan ke dan dari Indonesia mencapai US$ 7 miliar21. Kondisi ini tentunya sangat ironis, mengingat remitansi yang diberikan oleh para TKI tersebut mampu mendongkrak pertumbuhan perekonomian Indonesia, namun kondisi para TKI tidak pernah benar-benar diperhatikan oleh para pejabat negeri ini.

Sementara di pihak lain, pertumbuhan upah riil masyarakat menengah ke bawah, terutama buruh tani, yang secara tahunan, turun 3 persen dibanding tahun lalu. Selain di sektor pertanian, upah riil pekerja konstruksi, hotel, tambang dan manufaktur juga tidak mengalami pertumbuhan yang besar untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih banyak disumbang masyarakat kelas atas yang memberi kontribusi 43 persen. Padahal jumlah kelas ini hanya 20 persen dari jumlah penduduk. Sementara penduduk berpendapatan rendah yang populasinya 40 persen penduduk hanya menyumbang 19 persen dan penduduk kelas menengah yang jumlahnya 40 persen menyumbang 38 persen.

Data diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya pertumbuhan ekonomi yang banyak didominasi oleh konsumsi rumah tangga, lebih banyak disokong oleh segelintir orang dari masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat kelas atas. Sementara pertumbuhan upah riil bagi masyarakat menengah ke bawah berjalan di tempat. Hal ini tidak aneh mengingat upah murah memang menjadi daya jual yang menguntungkan bagi pemerintah Indonesia. Dalam situs Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) disebutkan ”upah buruh di pusat-pusat urban masih relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan pusat urban yang telah menarik banyak investasi seperti di Cina dan India”. Dalam situs tersebut jugadimunculkan data mengenai perbandingan upah buruh di tahun 2009 di berbagai negara.

Hancurnya kehidupan rakyat Indonesia, yang dilanda kemiskinan di tengah-tengah melimpahnya sumber daya alam Indonesia, tentunya disebabkan oleh strategi perekonomian yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia selama ini. Mulai dari Soeharto, Habibie hingga SBY, strategi ekonomi yang ditempuh semuanya merupakan strategi mengorbankan orang miskin demi kepentingan orang kaya. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah Indonesia sebenarnya banyak yang merugikan perekonomian nasional dan semakin dalam menjebloskan negeri ini pada ketergantungannya terhadap modal asing.

Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia yang sebenarnya dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, justru hampir seluruhnya diserahkan kepada pemilik modal, baik melalui program privatisasi yang dijalankan pemerintah Indonesia maupun membuka seluas-luasnya

kepemilikan modal asing untuk mengelola sumber daya alam Indonesia. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, bahkan mengungkapkan rencana pemerintah untuk melakukan perampingan jumlah BUMN hingga 2025, yang menyatakan bahwa pada 2014 diharapkan hanya ada 78 BUMN dan 25 BUMN pada 2025 mendatang22. Artinya proyek perampingan atau privatisasi BUMN akan terus berjalan mengingat hingga saat ini masih ada 141 perusahaan milik negara.

  • Kekuatan Pasar Indonesia (Antara Pemenuhan Kebutuhan Rakyat dan Pasar)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia memang telah didominasi oleh kepentingan asing. Ada lima sektor industri yang paling diminati oleh pemilik modal asing hingga September 2011, pertama Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi, kedua Pertambangan, ketiga Industri logam, mesin dan elektronik, keempat listrik, gas dan air serta kelima industri kimia dan farmasi.

Investasi PMA hingga September 2011 atau Triwulan III di tahun 2011 yang paling tinggi adalah di sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi dengan investasi sebesar US$ 1,1 M. Sementara yang kedua adalah di sektor pertambangan dengan realisasi investasi sebesar US$ 0,9 M. Yang ketiga adalah industri logam, mesin dan elektronika dengan realisasi investasi sebesar US$ 0,6 M, keempat sektor listrik, gas dan air dengan realisasi investasi sebesar US$ 0,5 M serta yang kelima industry kimia dan farmasi dengan realisasi investasi sebesar US$ 0,3 M. Di luar industri-industri tersebut terdapat realisasi investasi sebesar US$ 1,7 M23.

Menggagas Industrialisasi versi Pergerakan Rakyat

Industrialisasi adalah usaha menggalakan industri-industri dalam suatu Negara, sebagai upayauntuk memajukan, merubah atau menambah system pencaharian masyarakat (dari agraris ke industri) dalam mengelola dan mengolah potensi sumber daya alam (terarukan maupun tak terbarukan) dan dengan menggali dan memajukan kapasitas sumber daya manusia, serta mempertimbangkan kelestarian dan kelangsungan hidup manusia beserta lingkungannya. Yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih baik menuju masyarakat yang setara, adil dan makmur. Tujuan lain industrialisasi adalah untuk memperluas lapangan kerja, menambah devisa negara, memanfaatkan potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia dan untuk menggerakkan roda perekonomian suatu bangsa menjadi lebih baik. Maka Industrialisasi juga merupakan proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi akan membutuhkan inovasi dan teknologi.

Industrialisasi bagi sebuah negara modern yang sadar dan berdaulat adalah sebuah keharusan. Hal ini terkait dengan mandat awal dari pembentukan Negara itu sendiri, negara didirikan bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya yang setara adil dan makmur sesuai dengan bunyi dan tafsir konstitusinya. Kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa sejak revolusi industri di Inggris mayoritas telah menjadikan industrialisasi sebagai salah satu jalan yang pas untuk dapat mencapainya. Industrialisasi secara perlahan menggantikan corak produksi yang lama.

Industrialisasi dibutuhkan dalam suatu Negara oleh karena semakin bertambahnya populasi dan diikuti kebutuhan masyarakat oleh barang dan jasa yang terus berkembang, sedangkan proses pemenuhan dengan cara yang lama (tradisional) sudah tidak sesuai lagi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu dalam proses penciptaan barang dan jasa tersebut sekaligus mengatur dan mendistribusikan sumber daya manusia dalam bentuk pembagian kerja.

Sayangnya Industrialisasi tidaklah bebas nilai, semua pihak memiliki kepentingan dalam industrialisasi dan kemudian berimplikasi pada penggunaan sistem ekonomi suatu bangsa tergantung pada siapa yang berkuasa atas negara tersebut. Sistem yang kapitalistik menggunakan industrialisasi dengan dominasi kekuatan modal, bebas dikuasai oleh individu, keuntungan dari hasil industrialisasi sebanyak-banyaknya untuk kelas pemilik modal. Bahan baku, tenaga kerja, dan alat produksi serta teknologi sebagai komoditas. Sedangkan sistem sosialistik lebih mengutamakan dominasi kekuatan kelas pekerja, dimana kepemilikan alat produksi yang berimbas pada exploitatif dikuasai bersama-sama yakni melalui negara, Industrialisasi dijadikan cara untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama.

1.  Mengapa kita butuh Industrialisasi?.

Gerakan Rakyat yang progresif selakyanya memiliki rumusan sendiri tentang definisi Industrialisasinya. Industrialisasi sebagai suatu konsepsi yang bersegi hari depan sangatlah penting, yakni menempatkannya sebagai bagian dari proses konsolidasi. Tepatnya adalah bagian penting dari konsolidasi gagasan, dalam kerangka pencarian solusi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat dan sebagai program pembebasan dari penindasan dan penghisapan oleh sistem yang kapitalistik. Sebab Industrialisasi sudah lebih dahulu digagas dan diimplementasikan oleh penganut sistem kapitalisme dan turunannya seperti yang kita lihat dan rasakan hari ini. Yang membedakan adalah konsepsi kepemilikan dan penerima manfaat (keuntungan dan penambahan nilai) dari proses industrialisasi ketika dijalankan. Selain menjadikan keuntungan sebagai tujuan juga menjadikan rakyat pekerja hanya sebagai bahan bakar (obyek), bukan menempatkan rakyat pekerja sebagai subyek untuk diberdayakan (memanusiakan). Meskipun fungsi dari Rakyat Pekerja dalam Industrialisasi hampir sama yakni sebagai penggerak utama dalam menjalankan industrialisasi.

Sebagai contoh; Investasi yang masuk ke negeri ini untuk membuka industri, tujuannya bukanlah untuk menyediakan lapangan kerja yang layak dan bermartabat bagi Rakyat tetapi untuk kepentingan keuntungan pemilik modal semata. Maka jangan heran kalau lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi masyarakat. Seperti pemberlakuan upah murah, tidak ada jaminan keamanan dan kepastian kerja, dan lain sebagainya.

Melihat Indonesia hari ini, dapat disimpulak sebagai negara yang tidak memiliki konsepsi Industrialisasi yang benar. Industrialisasi di Indonesia hari ini sejatinya adalah bagian dari konsep Industrialisasi yang dimiliki oleh Negara-Negara maju (AS, Jepang, UE, Australia dll) dan Negara yang sadar bahwa Industrialisasi merupakan jalan keluar bagi kemakmuran rakyatnya (China, India, Malaysia dll). Akibatnya industri-industri di Indonesia hari ini sesungguhnya hanyalah bagian dari Industrialisasi Negara-Negara lain dan atau bagian dari Industrialisasi perusahasaan-perusahaan MNC dan TNC yang hari ini menguasai dunia. Kita dapat melihat bagaimana ”penjarahan” sumber daya alam kita khususnya tambang atau industri ekstratif. Dimana Indonesia adalah pengimpor terbesar bahan-bahan mentah seperti minyak, gas, batu bara, nikel, tembaga, biji besi dan bahan-bahan mentah lainnya. Pun bukan oleh industri dalam negeri tetapi oleh perusahaan-perusahaan asing pula. Sedangkan kebutuhan konsumsi dalam negeri kita harus mendatangkan melalui kran impor. Betapa bodohnya bangsa ini. (maaf).

Selain itu jumlah populasi penduduk Indonesia yang lebih dari 240 juta jiwa hanya dijadikan sebagai sasaran pasar atau konsumen yang empuk selain sebagai tenaga kerja yang murah. Maka tidaklah heran kebutuhan konsumsi yang tinggi dari semua kebutuhan hidup yang harus dicukupi mulai dari pangan, sandang, papan, teknologi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Sebagian besar mengandalkan import atau kalaulah ada pabriknya disini hanya sebagai lisensi atau tetap dimiliki oleh asing. Prosesntasenya sangat kecil yang benar-benar dicukupi oleh industri dalam negeri apalagi perusahaan negara semacam BUMN.

Maka janganlah heran kalau utang Negara (pemerintah, swasta maupun sebagian rakyat) terus meningkat pada setiap tahunnya. Karena kebutuhan konsumsi yang seharusnya ditopang oleh

Industrialisasi dalam negeri tidak terjadi. Lapangan kerja yang layak dan bermartabat untuk rakyat juga tidak tersedia. Tidak ada penambahan nilai dari hasil produksi pertanian dan kelautan. Semua keuntungan dari hasil proses produksi hanya dinikmati oleh kaum pemilik modal. Para penguasa dan pengusaha terus-menerus berbagi fee dan uang sogokan. Skenario korupsi anggaran pendapatan dan belanja dengan skema proyek terus dilakukan. Jadinya ketergantungan finansial oleh rentenir global (WB, IMF, ADB dll) semakin mendalam. Dan rakyat pekerja yang dipasang untuk menanggung semua beban tersebut, karena subsidi terus dikurangi menuju penghilangan, perusahaan-perusahaan negara terus di privatisasi, sumber daya alam dijarah habis-habisan. Maka akan benar-benar terjadi Indonesia sebagai sebuah negara yang digadaikan.

2.  Bagaimana menggagas dan menata Industrialisasi di Indonesia!

Mewujudkan Industrialisasi di Indonesia yang berpihak pada rakyat pekerja tentu tidaklah mudah. Karena akan berhadap-hadapan dengan industrialisasi mainstream yang kapitalistik, yang sudah mengakar kuat selama selama berpuluh-puluh tahun. Selain itu dasar dari industrialisasi yakni pelaksanaan Reforma Agraria yang Radikal di Indonesia juga tidak dijalankan dengan benar. Sementara gerakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak belumlah berjalan. Yang terjadi justru privatisasi terhadap perusahaan dan aset-aset strategis negara.

Padahal dengan industrialisasi kita akan mendapatkan banyak hal atas berbagai persoalan yang dialami bangsa ini. Mulai dari penyediaan kebutuhan pokok rakyat akan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan juga keutuhan energi dan teknologi. Juga penyediaan atau pengaturan lapangan kerja yang layak dan bermartabat serta kemajuan secara terencana sebuah bangsa.

Industrialisasi akan mudah dijalankan jika budaya basis produksi masyarakat tertata dengan baik. Basis produksi dimaksud adalah masyarakat yang dengan sadar berproduksi dengan konsep reforma agraria yang radikal yakni; tertata dan terencananya produksi, distribusi dan konsumsi, juga kepemilikan dan kelembagaan ekonomi bersama dalam mengelola siklus produksi tersebut. Menghubungkan antara komunitas-komunitas produktif terorganisir dengan komunitas produktif lainnya, yang saling share dan saling dukung atas solidaritas bersama melawan sistem ekonomi pasar. Sementara Reforma Agraria hanya bisa berjalan jika ada keberanian dan kesadaran penuh dari massa rakyat terorganisir serta kebijakan yang melindungi dari negara.

Konsepsi Industrialisasi diharapkan dapat menjadi inspirasi atau pemikiran ilmiah dalam kerangka menemukan peta jalan menuju kemakmuran rakyat pekerja yang dapat di implementasikan. Gagasan atau konsepsi ini merupakan bagian penting dari perjuangan politik gerakan dan menjadai perekat persatuan diantara sektor-sektor rakyat secara menyeluruh. Maka harus menjadi alat propaganda bagi pergerakan rakyat, mampu memberikan imaginasi kongkrit dalam setiap tahapan pelaksanaannya. Selain itu untuk memperkuat gagasan serta dalam mendekatkan pada praktek dilapangan maka gagasan industrialisasi harus bisa diimplementasikan dalam ruang-ruang sempit atau praktek yang memungkinkan meskipun

dalam komunitas atau teritorial yang lebih besar lagi. Maka terkait dengan tawaran reforma agraria, industrialisasi merupakan tahapan atau kelanjutan dari RA.

Dalam upaya untuk mewujudkan industrialisasi di Indonesia ada beberapa kebutuhan antara lain; pertama, gagasan industrialisasi harus sudah menjadi konsepsi yang utuh yakni ”Industrialisasi yang kuat, mandiri dan terpadu, dari hulu sampai hilir”. Sedikit penjelasannyaadalah; kuat dimaksudkan dalam semangat dan keyakinan akan kemampuan mewujudkan kemakmuran seluruh rakyat melalui Industrialisasi. Rasa dan pikiran tersebut harus dimiliki oleh seluruh elemen masyarakat yang dengan sadar bahwa industrialisasi merupakan sarana menuju kemakmuran sebuah bangsa yang harus diyakini dan dijalankan secara sungguh-sungguh, terbuka dan merupakan semangat kesatuan dalam menuju cita-cita bersama. Kemudian tentang kemandirian, industrialisasi haruslah mandiri mengandalkan potensi-potensi lokal, baik SDM, SDA, Modal dan Teknologi, serta Pasar. Semua diupayakan untuk mencukupi atau dicukupi oleh kepentingan dalam negeri. Upaya memajukan kemandirian bukanlah anti terhadap asing tetapi seluruh upaya yang dilakukan seperti penyiapan tenaga ahli, pencangkokan teknologi, produksi semuanya mengutamakan kebutuhan dan pemenuhan dalam negeri. Kemudian terpadu adalah bagaimana struktur dan infrastruktur industri yang tertata dengan baik dan saling kait, dukung dan topang baik SDM, SDA dan Teknologinya. Lalu tentang dari hulu sampai hilir, dimaksudkan agar industrialisasi tertata, terencana mulai dari raw material sampai barang jadi yang siap dikonsumsi atau digunakan semuanya menyambung tidak terpotong-potong. Juga dalam melakukan produksi selalu mempertimbangkan reproduksi. Bagaimana dari bahan mentah diolah menjadi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, juga proses pendistribusian hasil produksi tersebut semuanya tertata dan terpimpin.

Sebagai ilustrasi; dalam mencukupi kebutuhan akan sandang misalnya. Tentu harus disediakan mulai dari bahan bakunya yakni serat atau kapas, dimana harus ditanam tentu tidak boleh jauh dari industri berikutnya yakni industri pemintalan dan textil (benang dan kain), kemudian industri garment (pakaian jadi), juga industri pendukung sektor sandang ini harus pula tersedia, sampai pada distribusinya. Jadi satu sektor Industri bisa dilokalisir dan dipimpin agar lebih efektif dan efisien. Lalu industri permesinan harus mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan industri-industri hulu sampai hilir. Industri pemersinan harus pula ditopang oleh bahan baku logam dan semikonduktor. Untuk itu perlu adanya inovasi teknologi yang dipersiapkan baik bahan bakunya, rekayasanya dan sumber daya manusianya. Maka lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi harus pula disediakan yang fokus dan mengabdi pada proses kemajuan industrialisasi.

Kedua, pentingnya untuk menentukan pohon Industri atau induk dari segala industri yang akan diimplementasikan. Melihat latar belakang dan potensi kekayaan alam Indonesia yakninegeri yang berbasiskan agraria yakni kekayaan alam Indonesia baik di daratan maupun di lautan, baik yang terkandung didalam bumi Indonesia maupun yang ada dipermukaan termasuk lapisan udaranya. Maka seharusnya sebagai induk dari industrialisasi di indonesia adalah agraria. Agraria merupakan sumber dari bahan baku Industri baik yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Bahan yang terbarukan merupakan hasil dari proses produksi pertanian

maupun perkebunan baik dalam sekala besar maupun kecil. Bahan baku yang tak terbarukan merupakan bahan baku yang berasal dari hasil tambang, seperti minyak bumi, gas, batubara, emas, uranium, pasir besi dll. Dalam melakukan explorasi dan penyediaan bahan baku khususnya bahan baku tak terbarukan (yakni berasal dari fosil yang terimbun jutaan tahun yang lalu, juga yang berasal dari letusan gunung berapi dan kandungan bumi lainnya) penting untuk menata industrialisasi selain untuk memenuhi kebutuhan harus mempertimbangkan kelangsungan kehidupan. Pun juga bahan baku yang terbarukan seperti hasil hutan, hasil laut harus pula dijaga tidak menggunakan atau mengambilnya tanpa batas dengan merusak ekosistem dan lingkungan. Maka haruslah cerdas dan berkearifan lokal didalam melakukan explorasi atau pengambilan bahan baku industri.

Kebutuhan berikutnya adalah menentukan percabangan industri sesuai dengan kebutuhan, misalnya industri pangan, kimia dan kesehatan, logam, mesin dan transportasi, elektronik dan IT, dll. Dalam menentukan percabangan dibutuhkan detailing dari hulu yakni bahan baku sampai ke hilirnya, yakni proses pengadaan bahan baku, pengolahan yang pasti menggunakan mesin dan teknologi, juga distribusinya.

Sangatlah penting untuk diketahui dan terpetakan dengan jelas kebutuhan pokok rakyat yakni; sandang, pangan dan papan. Bagaimana negara mencukupi kebutuhan pangan seluruh rakyat? Mau tidak mau harus menata produksi sektor pertanian baik yang bersekala kecil atau tradisional maupun dalam sekala besar atau industri. Mulai merinci jenis-jenis dari kebutuhan pokok pangan dan tambahannya, serta bagaimana cara agar kebutuhan dapat dipenuhi. Apa saja yang masih bisa dipertahankan secara tradisional dan apa saja yang memang sudah waktunya untuk diintervensi dengan cara industri. Semuanya harus mengandalkan kekuatan dalam negeri. Bagaimana menyiapkan kebutuhan pangan baik dengan cara yang tradisional maupun modern, dengan mengandalkan potensi dan hasil produksi sektor pertanian dalam negeri. Didalam bercocok tanam atau berproduksi haruslah terpimpin dengan baik, yang juga diikuti oleh distribusi dan konsumsi yang juga harus terpimpin. Kekurangan atau kelemahan produksi harus ditopang dengan inovasi dan penggunaan teknologi yang pas dan akurat.

Ketiga, bagaimana mensiasati Industrialisasi dalam pergerakan rakyat. Industrialisasi yangpro-rakyat dapat diimplementasikan ketika penguasa berpihak pada kepentingan Rakyat Pekerja atau rakyat mayoritas. Yang paling memungkinkan adalah ketika kedaulatan atau kekuasaan ada ditangan rakyat pekerja. Namun tidak benar pula kalau upaya mewujudkan industrialisasi baru akan dimulai ketika pergerakan rakyat menang memegang kekuasaan. Karena upaya menjalankan industrialisasi tidaklah semudah membalikan tangan. Maka sejak dini gagasan industrialisasi harus ada dan segera dipraktekan. Kita bisa memilih scope atau wilayah yang kecil. Yakni membangun basis produksi dengan menghubungkan basis pengorganisiran yang ada di desa dan kota dengan pasar tertutup untuk barang-barang kebutuhan pokok tertentu. Dengan menghubungkan langsung Serikat-Serikat Buruh dengan Serikat-Serikat Tani dan Nelayan. Serta menjadikan pergerakan perempuan dan masyarakat adat sebagai pelopor budaya penataan konsumsi yang terpimpin bagi masyarakat.

Pentingnya untuk melakukan praktek yang sedikit lebih besar. Mulai dari uji coba membangun industri yang memungkinkan. Misalnya Organisasi Rakyat bersama komunitas yang terorganisir melakukan pengelolaan dan pengolahan hasil produksi. Hasil produksi atau panennya tidak langsung dijual apalagi diijon tetapi diupayakan untuk diolah terlebih dahulu dengan tujuan untuk agar ada penambahan nilai. Rakyat yang terorganisir sangat perlu untuk belajar dalam menerapkan dan menjalankan industri sekaligus mengenalkan teknologi tepat guna, sekaligus untuk berani membuka dan menyiapkan lapangan kerja dan tenaga kerja terampil. Maka ada kebutuhan untuk mulai memetakan sumber daya dari semua jaringan pergerakan rakyat yang terorganisir kemudian menghubungkan dalam kerangka pembangunan dasar-dasar industrialisasi bagi pergerakan rakyat. Selain itu kampanye tentang nasionalisasi industri yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Maka gerakan anti privatisasi dan gerakan pengambil-alihan pabrik akan menjadi bagian penting bagi usaha membangun industrialisasi nasional sejak dini. Berbagai praktek tersebut sekaligus sebagai upaya untuk menggalang dana progresif bagi penguatan organisasi baik serikat sektoral, multisektor sampai pada pembangunan organisasi politik atau parta politik.

Keempat, menjalin dan memilih sekutu strategis ekonomi dan politik Internasional. Negara-Negara yang menjadi pusatnya kapitalisme akhir-akhir ini sedang mengalami krisis yang maha dahsyat. Dimulai dari Amerika serikat yang kemudian disusul oleh berbagai Negara di Eropa. Disisi lain di daratan Amerika Latin mulai bangkit ekonomi alternatif yang disebut dengan sosialisme abad 21 seperti di Venezuela, Argentina, Bolivia, Uruguay, dan beberapa Negara di Amerika Latin lainnya. Negara-Negara tersebut bangkit bersama Rakyat Pekerjanya yang terorganisir melawan Neoliberalisme dalam paksaan dan kontrol ketat oleh Negara Adi Daya yang namanya Amerika bersama-sama dengan sekutunya.

Bagaimana Negara-Negara di Amerika Latin tersebut telah membentuk ALBA yakni sebuah kerjasama ekonomi politik yang berintegrasi secara setara mencakup semua sektor: integrasi budaya, integrasi sosial, integrasi energi, integrasi ekonomi, integrasi politik, dan jika memungkinkan, integrasi teritorial. ALBA dimaksudkan sebagai pendekatan awal bagi proses secara kolektif ditemukan antara Rakyat-Rakyat dan pemerintahan-pemerintahan revolusioner di benua Amerika.

Bahkan ALBA dipersiapkan untuk memulai kemungkinan proses pertukaran ekonomi secara barter, walaupun barter tidak dapat berkembang dalam semua bidang ekonomi nasional atau dunia karena sulitnya menetapkan dengan pasti bagaimana menjalankan pertukaran ini di pasar. ALBA diharapkan akan sukes menghasilkan aktivitas-aktivias pertukaran dengan suatu system barter bentuk baru berdasarkan kesepakatan pemerintah-pemerintah yang berpartisipasi yang dijalankan secara berdaulat tanpa intervensi pasar maupun organisasi multilateral seperti, World Trade Organisation (WTO).24

Negara Indonesia hari ini memiliki kesalahan yang fatal dalam menentukan kebijakan Politik Luar Negerinya. Pemerintah sama sekali tidak memiliki perespektif yang ersegi hari depan dalam membangun industrilaisasi yang kuat dan mandiri. Justru dimanfaatkan oleh Negara-negara Industri maju sebagai tempat explorasi bahan mentah dan sumer energi, sumber Buruh murah dan pasar, hanya ditukar dengan utang dengan sistem lintah darat yang mencekik leher dan merusak perekonomian nasional. Memilih masuk organisasi WTO, G20 serta bekerjasama dengan IMF, ADB, WB sama saja masuk dalam jeratan lintah darah global yang dalam. Persolan tersebut terletak pada berbagai perjanjian bilateral dan multilateral yang telah ditandatangani oleh pemerintahan Indonesia sampai saat ini. Berbagai perjanjian dan komitmen internasional itu memuat banyak sekali pasal dan aturan yang merugikan rakyat pekerja Indonesia. Selama Indonesia masih terikat dengan tatanan ekonomi dunia yang imperialistik ini, rakyat pekerja Indonesia akan tetap diharuskan memikul biaya pesta-pesta dan kemewahan orang-orang kaya.25

Maka tidak ada pilihan lain bagi kaum Pergerakan Rakyat. Organisasi Rakyat seperti Serikat-serikat Buruh, Tani, Nelayan, Perempuan, Adat, Pemuda Mahasiswa dll seharusnya mulai merintis kerjasama jaringan diantara Organisasi Rakyat Sektoral dan Lintas teritori, termasuk dengan Organisasi Rakyat yang berpraktek maju di berbagai belahan dunia. Bukan hanya kerjasama dalam bidang advokasi dan politik namun kerjasama ekonomi untuk mengembangkan basis produksi sangatlah penting. Bagi Indonesia kedepan sangat diperlukan pembangunan poros kekuatan ekonomi baru yang harus melibatkan sistem ekonomi yang setara dengan negara-negara selama ini terpinggirkan, yakni Negara-Negara periferi dalam sistem globalisasi. Seperti kerjasama Selatan-Selatan harus menjadi prioritas pembangunan hubungan luar negeri Indonesia. Di samping itu, pembangunan hubungan ini tidak boleh eksklusif bersifat G-to-G atau antar pemerintah, melainkan harus pula melibatkan hubungan people-to-people, atau antar organisasi rakyat.


Daftar Pustaka

2 Kadek, Natural resources in Indonesia, 8 Desember 2008 http://sudarsana.net/bali-villas/natural-resources-in-indonesia/ diakses 20 Oktober 2011
3 Kompas.com, Indonesia, The World‟s Second Mega Biodiversity Country, 16 Mei 2011
4 http://www.indonesiaatworldexpo.com/indonesia/resources/ diakses 20 Oktober 2011
5 Lihat http://unikapik.blogdetik.com/2010/07/16/10-rekor-kekayaan-alam-indonesia/ diakses 20 Oktober 2011
6 Budiman Sudjatmiko, Pembangunan “Yang Menyingkirkan”, 18 Oktober 2011
7 Kompas.com, Segera Audit Penggunaan dan Penguasaan Lahan, 27 Juli 2011
8 Lihat http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/IDN.html dan http://hdrstats.undp.org/en/indicators/103106.html diakses 3 Nov 2011
9 Lihat http://hdr.undp.org/en/statistics/hdi/ diakses 3 Nov 2011
10 Bisnis.com, SBY Yakin Pertumbuhan Ekonomi Capai 6,5%, 5 November 2011
11 Detik.com, Ini Dia 40 Orang Terkaya Indonesia, 24 November 2011
12 Dalam pendataan penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Kompas.com, Jumlah Penduduk Indonesia 259 Juta¸19 September 2011
13 Detik Finance, Jumlah Pengangguran di Indonesia Tersisa 8,12 Juta Orang, 5 Mei 2011
14 Beberapa contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang kaki lima (PKL), penarik becak, penata parker, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya.
15 Waspada Online, „Outsourcing‟ kuasai pekerja Indonesia, 23 Desember 2010
16 Sriwijaya Post, TKI Informal tak dijamin UU Perburuhan, 19 Juli 2011
17 Liputan6.com, BNP2TKI: Penempatan TKI Formal Meningkat 44 Persen, 19 Agustus 2011
18 Okezone.com, 1.075 TKI Alami Penyiksaan Sepanjang 2010, 28 Juni 2011
19 Sriwijaya Post, Terungkap, 218 TKI Terancam Hukuman Mati, 14 Oktober 2011
20 Vivanews.com, Seberapa Besar Sumbangan Devisa TKI, 20 Juni 2011
21 Vivanews.com, Remitansi Indonesia Terpesat di Asia, 4 Mei 2011
22 Okezone.com, Jumlah BUMN Akan Dipangkas, 4 Oktober 2011
23 http://www.bkpm.go.id/file_uploaded/public/PMA%20SEKTOR.pdf
24 http://amerikalatin.blogspot.com/2007/12/sosialisme-di-abad-21.html [Buku dan tulisan El dapat dibaca dalam bahasa Spanyol di Wawancara dilakukan dalam bahasa Spanyol dan diterjemahkan ke Inggris oleh Sam King dan Romain Migus.]
25 Manifesto Ekonomi Perhimpunan Rakyat Pekerja.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *