Oleh: Indra Suryanto*
Masuknya pemodal dan perusahaan perkebunan ke wilayah hutan dan perkebunan di beberapa desa di Jawa Barat telah banyak mengubah karakteristik masyarakat yang hidup di sekitar kawasan tersebut. Masyarakat yang awalnya memiliki lahan dan melakukan aktivitasnya sebagai petani, akhirnya kehilangan lahannya karena tergerus oleh pemodal dan perusahaan perkebunan. Pola hidupnya pun berubah dari bertani menjadi buruh perkebunan. Hal ini yang akhirnya memiskinkan masyarakat di sekitar kawasan hutan dan perkebunan serta meningkatkan potensi konflik terkait persoalan agraria.
Berawal dari fenomena inilah, para aktivis dari berbagai kelompok/ormas pemuda di wilayah Garut, yang tergabung dalam Forum Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Garut (FPPMG)* mulai melakukan upaya pendampingan dan penyadaran kepada para petani di Jawa Barat. Upaya ini dilakukan bersama-sama dengan para aktivis dari kota lain, terutama dari Bandung, yang kemudian membangun wadah bernama Komite Pemuda dan Mahasiswa untuk Rakyat Indonesia (KPMURI).** Dari kerja-kerja pengorganisasian inilah maka pada tahun 1991 beberapa basis petani di Jawa Barat, antara lain Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi dan Cianjur, kemudian bersepakat membentuk Serikat Petani Jawa Barat (SPJB). Kemudian di tahun 2000, basis-basis tani dan para pendampingnya*** di Garut, Tasikmalaya dan Ciamis kemudian mendorong didirikannya Serikat Petani Pasundan (SPP).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Serikat Petani Pasundan (SPP) selama ini terhadap masyarakat yang tidak mempunyai tanah di sekitar kawasan hutan adalah dengan melakukan advokasi dan pemanfaatan terhadap tanah negara di sekitar kawasan hutan. Tanah tersebut dapat dijadikan wilayah kelola rakyat sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat untuk keluar dari kemiskinan. Selain itu, SPP juga membangun sekolah-sekolah gratis di setiap wilayah kabupaten sebagai salah satu upaya regenerasi perjuangan SPP. Pembangunan sekolah oleh SPP ini didasari oleh banyaknya anak-anak petani yang putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan. Melalui sekolah-sekolah ini, SPP mengedepankan muatan lokal dan mengembangkan pendidikan dalam bidang pertanian, sosial, religi dan keterampilan.

Potret Kemiskinan di Desa Sarimukti
Desa Sarimukti merupakan salah satu Desa di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut, Jawa Barat yang berada di sekitar kawasan hutan. Desa Sarimukti merupakan salah-satu potret kemiskinan sekitar kawasan hutan di Indonesia. Pada awalnya sebelum masyarakat di Desa Sarimukti melakukan pemanfaatan di sekitar kawasan hutan, Desa Sarimukti adalah Desa yang sangat miskin dan jauh dari kehidupan yang layak. Contohnya, banyak anak-anak Desa yang putus sekolah. Di sisi lain pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak masyarakat, tidak bisa mereka dapatkan.
Hal ini terjadi karena masyarakat di Desa Sarimukti tidak mendapatkan upah atau penghasilan yang tetap. Mayoritas masyarakatnya menjadi buruh tani bagi tuan-tuan tanah. Dengan jumlah upah sebagai buruh tani yang sangat tidak menentu, menyebabkan penghasilan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Di sisi lain, desa Sarimukti sendiri dikelilingi sumber daya alam yang melimpah dan tingkat kesuburan tanahnya rata-rata sangat baik. Namun bagi masyarakat desa, untuk menggarap tanah tersebut hanyalah sebuah angan-angan belaka. Sebagian besar wilayah tersebut dikuasai oleh BUMN, yaitu Perusahaan Hutan Indonesia (PERHUTANI). Dalam mengelola lahan tersebut, Perhutani hanya memiliki kepentingan bisnis dari hasil hutan tanpa mempedulikan kesejahteraan hidup masyarakat yang tinggal di daerah perhutanan.

Upaya dan Tantangan Masyarakat Untuk Keluar Dari Kemiskinan
Pada tahun 1970an, atas dasar kebutuhan yang semakin mendesak dan tidak ada jalan lain untuk mempertahankan hidup, maka masyarakat di Desa Sarimukti mulai melakukan perlawanan untuk mengelola tanah negara di sekitar kawasan hutan tersebut. Masyarakat mulai memanfaatkan lahan tersebut dengan menjadikannya sebagai lahan pertanian. Bertani menjadi pilihan satu-satunya bagi masyarakat di desa Sarimukti karena sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani.
Masyarakat yang melakukan pemanfaatan terhadap tanah negara tersebut tentunya tidak mudah dan selalu mendapat reaksi keras dari pihak PERUM PERHUTANI, yang menganggap masyarakat sebagai hama terhadap wilayah pengelolaan PERHUTANI. Selama ini masyarakat tetap bertahan meskipun berkali kali mendapat pengusiran dan ancaman dari pihak PERHUTANI. Alasan untuk mempertahankan lahan tersebut bagi masyarakat tentunya hanya satu, yaitu untuk bertahan hidup dan mempertahankan kehidupan yang layak.
Inisiatif itu pun kemudian disambut oleh pemerintah melalui Operasi Wanalaga Lodaya**** pada tahun 2003. Operasi yang bertujuan untuk mengusir petani penggarap di kaki gunung Papandayan ini merupakan operasi resmi dari Polda Jawa Barat bersama Departemen Kehutanan dan didukung oleh Perhutani dan Balai Konservasi SDA. Melalui operasi tersebut, aparat keamanan melakukan penangkapan paksa, pembakaran rumah-rumah, pengambilan paksa harta milik masyarakat, perusakan areal pertanian, teror dan intimidasi. Tercatat sekitar 22 orang warga ditangkap dan ditahan di Mapolres Garut. Namun masyarakat penggarap sampai sekarang masih tetap bertahan karena lahan yang dijadikan garapan oleh masyarakat merupakan satu-satunya ladang pencaharian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Membangun Keswadayaan untuk Kesejahteraan Masyarakat di Desa Sarimukti
Selain mempertahankan lahan garapan, masyarakat desa Sarimukti yang tergabung dalam SPP juga mulai membangun program keswadayaan masyarakat. Program kegiatan yang dibangun secara kolektif ini berisi tentang pembangunan sarana pendidikan, pembangunan kelembagaan ekonomi serta pelatihan dalam mengelola pertanian. Secara rinci, program-program kegiatan tersebut antara lain:
- Membangun sekolah MTS-Assururon pada Tahun 2003 dengan cara gotong royong oleh masyarakat penggarap, dan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut adalah para mahasiswa yang tergabung kedalam Forum Pemuda Pelajar Mashasiswa Garut, sampai sekarang sudah meluluskan 12 angkatan atau 360 siswa;
- Membangun sekolah SMK Pertanian pada tahun 2008 hasil dari gotong royong masyarakat penggarap, guru-gurunya, yang sampai sekarang sudah meluluskan 97 siswa yang berprestasi;
- Serikat Petani Pasundan (SPP) juga memberikan beasiswa kepada anak-anak petani penggarap dari wilayah hutan maupun sekitar perkebunan,adapun dari Desa Sarimukti sudah meluluskan sarjana sebanyak 20 orang;
- Untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian dari sisi ekonomi, dibentuk koperasi di Desa Sarimukti untuk menampung hasil pertanian petani serta menyediakan alat-alat untuk mengelola pertanian, dan membangun koperasi tersebut yang dibentuk sejak tahun 2011
- Dalam hal meningkatkan hasil pertanian, Serikat Petani Pasundan juga melakukan pelatihan-pelatihan terhadap masyarakat penggarap dalam mengelola tanah-tanah garapan secara berkelanjutan, dan hasilnya sekarang hasil pertanian masyarakat penggarap meningkat secara perlahan.
Upaya-upaya yang sudah dilakukan tersebut bertujuan untuk memajukan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat petani penggarap di Desa Sarimukti. Dari sisi pendidikan misalnya, sudah banyak anak-anak petani yang melanjutkan sekolah sampai ke Perguruan Tinggi. Lalu dengan meningkatnya perekonomian masyarakat sekarang, sebagian besar petani penggarap bahkan sudah dapat menunaikan ibadah haji. Pemanfaatan terhadap tanah-tanah negara di kawasan hutan memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat yang berada di kawasan hutan.
Sudah jelas bahwa ketika tanah negara dikelola langsung oleh rakyat dan berhasil memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Namun sampai sekarang negara belum bisa memenuhi hak konstitusi terhadap masyarakat petani di sekitar kawasan hutan dengan memberikan hak atas tanah kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan adanya saling klaim terhadap tanah antara masyarakat penggarap dengan PERHUTANI yang menganggap mempunyai hak pengelolaan di sekitar kawasan hutan. Padahal di dalam konstitusi kita sudah dijelaskan bahwa seluruh sumber daya alam dan isinya seharusnya diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia.
*Penulis adalah Aktifis Serikat Petani Pasundan (SPP), saat ini aktif menjadi anggota Persatuan Pergerakan Petani Indonesia (P3I)- KPRI
*Sebelumnya FPPMG bernama Forum Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Islam Garut (FPPMIG). Hal ini dikarenakan pada awalnya elemen pembentuk forum tersebut berasal dari kelompok/ormas pemuda Islam. Namun untuk membuka ruang bagi berbagai kalangan lain, maka pada tahun 1989 FPPMIG berubah nama menjadi FPPMG.
**Awal mula pengorganisasian KPMURI dilakukan di wilayah Sagara, Kabupaten Garut.
***Selain FPPMG di Kabupaten Garut, sekitar tahun 1998-1999, para aktivis pendamping petani ini juga mendorong pembentukan Forum Pemuda Mahasiswa untuk Rakyat (FPMR) di Tasikmalaya dan FARMACI di Ciamis guna menjadi organ-organ pendamping di masing-masing kabupaten.
****Operasi Wanalaga Lodaya, yang dilaksanakan Polda Jawa Barat digelar karena adanya konflik yang berkepanjangan antara pihak Perhutani dengan petani penggarap yang ada di wilayah kecamatan Cibalong, kecamatan Pasirwangi, kecamatan Wanaraja dan wilayah Karamatwangi di kaki gunung Papandayan.