Paket Kebijakan Ekonomi IV, yang dikeluarkan oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dimana salah satunya mengenai formula penghitungan upah, yang dinilai sangat berbeda dengan penghitungan upah selama ini yang berbasis pada Komponen Hidup Layak (KHL).
Hal ini disampaikan oleh Mukhtar Guntur, Presiden Konfederasi Nasional dalam lembar pernyataan sikapnya. Menurutnya KHL ditetapkan melalui survey kebutuhan pokok yang riil kemudian harganya dirundingkan dengan Dewan Pengupahan untuk menetapkan nilai KHL kemudian menjadi acuan utama untuk menetapkan Upah Minimum.
Ia menganggap bahwa selama ini hampir semua keputusan KHL oleh dewan Pengupahan bermasalah karena tidak pernah bisa mengakomodasi hasil-hasil survey dari serikat buruh/serikat pekerja, belum lagi dewan pengupahan dari pihak Apindo berselingkuh dengan oknum pemerintah yang menjadi anggota dewan pengupahan.
Namun demikian, penerapan formula baru penghitungan upah alam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan dinilainya tak lebih baik dari sistem yang sebelumnya. “Ini sama saja keluar dari mulut buaya masuk ke dalam mulut harimau,” jelasnya.
Sistem pengupahan yang baru ini justru dianggap akan semakin memperburuk situasi perburuhan di Indonesia. “Dengan kata lain pemerintahan Jokowi-JK tetap melanggengkan system ketenagakerjaan dan perburuhan yang semakin mempertegas keberpihakannya kepada pemodal,” terangnya.
Menurutnya, anggapan tersebut tercermin seperti yang diungkapkan oleh Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sofjan Wanandi bahwa formula baru penghitungan Upah minimum diharapkan dapat memberikan kepastian bagi para investor.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam penyataannya pada peluncuran paket kebijakan ekonomi IV beberapa waktu lalu, dimana perbaikan iklim usaha menjadi salah satu fokus paket kebijakan IV, untuk mendorong investasi dan perdagangan.
Sejak paket kebijakan ekonomi tahap I hingga tahap IV, pemerintahan Jokowi-JK selalu memberikan insentif dan kemudahan bagi para pemilik modal untuk berinvestasi di Indonesia, dengan alasan untuk memulihkan perekonomian Indonesia.
Namun ketika menyorot persoalan perlindungan terhadap para buruh, khususnya pengupahan, yang sebenarnya dapat merangsang daya beli dan berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi, pemerintah cenderung abai.
KSN menyatakan sikap dengan tegas menolak segala bentuk kebijakan pemerintah yang melanggengkan politik upah murah dalam bentuk pengesahan RPP yang tidak melibatkan serikat buruh dalam pembahasannya. KSN juga mendesak pemerintah membuat sistem pengupahan yang mecerminkan kelayakan hidup kaum buruh Indonesia. (pur)
Sumber : http://kabarburuh.com/2015/10/17/konfederasi-serikat-nasional-pembuatan-formula-pengupahan-tidak-melibatkan-buruh/