Ada pertanyaan yang mengelitik dalam forum Focus Group Meeting Perumusan Konsep, Strategi dan Model Pelaksanaan Pembaruan Agraria untuk Mengentaskan Kemiskinan di Wilayah Jawa Barat yang diadakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Bandung (30/12/2010). Pertanyaan itu datang dari Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat.

“Akan dibawa kemana reforma agraria ini?” demikian ucap Joko H dalam forum itu mewakili Kepala Kanwil BPN Jawa Barat, Drs. H. Teddy Rukfiadi.

Lalu, ia menggambarkan hasil pengalamannya. Sejak tahun 2007, pemerintah sudah mulai melakukan redistribusi tanah untuk petani sebesar 20.000 bidang tanah. Kemudian di tahun 2008, pemerintah juga kembali membagi-bagikan tanah seluas 20.000 bidang untuk petani, 2009 sebanyak 18.500 bidang, dan 18.700 bidang tanah di tahun 2010. Namun, katanya, pengalaman menunjukan bahwa setelah mendapatkan tanah ternyata banyak yang dijual. “Akirnya petani kembali miskin,” ujarnya.

“Ini kondisi di lapangan. Sekarang banyak petani yang menjadi tukang ojek dibandingkan mencangkul. Seakan mereka tidak menyadari, kendaraan itu akan usang,” imbuhnya.

Karena itu, Kanwil BPN Jawa Barat mengaku senang dengan tema diskusi yang diadakan oleh KPA ini. Harapanya, konsep pelaksanaan reforma agraria dapat ditemukan bersama untuk mengentaskan kemiskinan. Sehingga tujuan pembangunan dibidang pertanahan sebagaimana amanat PP No.11 tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah telantar dapat berjalan dengan baik.

Pertama, kesejahteraan. Yakni, tanah berkontribusi dalam membuka akses kemakmuran khususnya melalui akses kepada sumber-sumber agraria. Kedua, keadilan. Khususnya keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Ketiga, Keberlanjutan. Tanah berkontribusi untuk mencipatakan keberlanjutan sistem, sumber-sumber agraria demi terciptanya sistem kemasyarakatan dan kebangsaan Indonesia. Keempat, mengurangi sengketa dan konflik agraria yang akan menciptakan harmoni sosial.

Sehingga lanjutnya, “Kita harus punya konsep. PP No.11 tahun 2010 sudah ada dan sebentar lagi akan diterbitkan PP reforma agraria. Jangan sampai PP reforma agraria terbit, kita masih kebingungan,” ujarnya.

“Reforma agraria bukan hanya tugas BPN. Tapi, seluruh jajaran pemerintah dan seluruh masyarakat termasuk LSM,” katanya.

“Kalau diibaratkan sapu lidi, dan lidinya BPN, pemda, pergerakan, organisasi tani, masing-masing jalan sendiri-sendiri, reforma agraria tidak akan pernah dapat berjalan dengan baik. Tapi kalau lidi itu disatukan tentu akan menjadi satu kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan reforma agraria,” pungkasnya.

Hal itu juga diakui oleh Sekjen KPA, Idham Arsyad. Reforma agraria memang tidak bisa berjalan sendiri tanpa kekuatan pendukung lainnya. Selain harus ada kemauan politik yang kuat dari para elit, tentu harus ada kekuatan pokok dari gerakan rakyat. Dalam hal ini adalah serikat-serikat tani yang kuat, dan benar-benar memahami hakekat yang sebenarnya dari reforma agraria.

Terkait masalah redistribusi tanah yang diklaim pemerintah sebagai bentuk dari pelaksanaan reforma agraria, kata Idham Arsyad, tentu saja berbeda dengan konsep reforma agraria dalam prespektif KPA. Menurutnya, redistribusi tanah saja tentu tidak dapat dimaknai sebagai bentuk pelaksanaan reforma agraria sebagaimana amanat UUPA No.5 Tahun 1960.

Redistribusi tanah untuk petani penggarap, kata Sekjen KPA, harus diikuti dengan pemberian akses reform. Seperti, bantuan alat-alat pertanian, teknologi tepat guna untuk petani, pemberian pupuk, bibit, dan pelatihan-pelatihan agar petani dapat meningkatkan produktifitasnya. Selain itu, pemerintah juga harus membantu petani di dalam mendistribusikan dan memasarkan hasil produksi petani. Sehingga tanah tidak menjadi beban bagi petani, tetapi benar-benar menjadi sumber penghidupan bagi petani.

 

Karena itu, kata Idham Arsyad, apa yang diungkapkan Kanwil BPN Jawa Barat, bisa jadi benar adanya. Setelah petani diberi tanah, justru dijual untuk membeli sepeda motor buat ojek. Karena, tidak redistribusi tanah tidak diikuti dengan pemberian akses reform*- Sidik Suhada-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *